Copyright © The Root of Learning
Design by Dzignine

The Root of Learning

Adalah blog tentang semangat belajar seorang anak. Dalam blog ini kami dokumentasikan petualangan belajar, kurikulum, dan materi belajar yang kami gunakan. Belajar tak mengenal batasan.
Wednesday, January 30, 2013

Hari Bahasa

Hari Kamis adalah hari bahasa. Bahasa Jepang, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris jadi pusat pembelajaran di hari ini.

Bahasa Jepang kami belajar huruf Hiragana, untuk kya, kyu, kyo, sha, shu, sho, cha, chu, cho, hya, hyu, hyo, dan pya, pyu, pyo. Seperti biasa, anak menuliskan huruf-huruf hiragana tersebut hingga dia tak perlu melihat contoh lagi dalam menuliskannya. Itu tanda bahwa dia mulai ingat tentang huruf yang sedang dia pelajari.

Untuk bahasa Inggris, hari ini kami mempelajari grammar dari textbook Scott Foresman, grade 2 halaman 24-25. Mengapa kami "baru" menapaki grade 2 untuk Scott Foresman English? Sebab pertama adalah karena kami memakai banyak resource untuk english, sehingga semuanya mendapat porsi yang seimbang. Selain itu, karena tingkat kesulitan Scott Foresman grade 2 sesuai untuk third grade kami saat ini.

Inilah enaknya homeschool, kita tak perlu ngoyoh harus menyesuaikan anak terhadap buku, tapi sebaliknya, bukulah yang harus menyesuaikan diri terhadap anak. Jika diterapkan hal ini dengan baik, maka hasilnya adalah proses belajar yang menyenangkan. Walau begitu, kami kadang juga mengijinkan loncat ke materi yang lebih jauh. Luwes, itulah intinya.

Nah, untuk bahasa Indonesia, hari ini anak kami mengurutkan abjad dengan menghafalnya melalui lagu. Menarik ya, umur 8 tahun baru belajar urutan abjad! Padahal anak lain mempelajarinya di usia TK. So what? Bukan hal yang aneh untuk keluarga home education, karena memang tak ada keharusan mengikuti patokan-patokan kurikulum.

Bagi kami, belajar seharusnya menyenangkan. Dulu, anak kami belum siap belajar urutan abjad. Dia belum melihat pada perlunya menghafal urutan abjad. Saat ini dia sudah mempelajari sortir berdasarkan abjad, baik itu ascending maupun descending. Dari sini dia mulai paham pentingnya menghafal abjad. Ketika seorang anak tahu pentingnya atau perlunya mempelajari sesuatu, saat itulah belajar menjadi suatu proses yang menyenangkan, penuh hasrat, dan efektif.
Monday, January 28, 2013

Prinsip Thomas Jefferson Dalam Edukasi Kepemimpinan

Hari ini saya tidak enak badan, itu artinya, saya dan anak belajar sendiri-sendiri. Anak saya memilih belajar dengan membaca buku-buku science dan buku cerita dari We Give Books. Saya sendiri memilih untuk mempelajari tentang prinsip edukasi Thomas Jefferson.

Mengapa memilih topik Thomas Jefferson? Kemarin saya membaca review, tulisan seorang ibu home education yang menerapkan prinsip pendidikan ala Thomas Jefferson pada ketiga anaknya, dan merasa senang dengan keberhasilannya. Seperti biasa, saya kepincut, jadi ingin tahu tentangnya. Lalu saya browsing-browsing. Saya ketemu official linknya, link bukunya di toko amazon.com, juga link yang kontra dengan ajarannya.

Sekilas saya baca reviewnya, tidak beda dengan prinsip pendidikan Charlotte Mason. Hanya saja, Thomas Jefferson lebih menekankan terbentuknya jiwa kepemimpinan pada anak melalui proses edukasi formal yang ditempuhnya. Dalam metode pendidikannya, Thomas Jefferson menggunakan 7 prinsip (saya sengaja tidak menerjemahkannya) :
Classics not Textbooks - in other words, living books, and original sources. These will give a better education than a textbook where others have decided for you, what they want you to know. I think that textbook learning is why so many disconnect learning, they are only getting part of the picture. 
Mentors not professors or experts - or experts...lets face it the expert and the professor know what they know because they paid the price. That knowledge does not automatically transfer to the student. Mentors, on the other hand, can guide and encourage students to become their own expert.
Inspire not Require - Requiring a child before he is developmentally ready can lead to hate of learning and resistance. Development is not determined by age or intellect. Parents need to be the examples.... Children need that parental example. They need the core phase. If you feel your core phase was inadequate, get one!..Quality not Conformity – when the learner is inspired, they will strive for excellence, be willing to do it again until it is perfect. When he’s required, he conforms to another’s agenda or purpose, not their own. Its part of the sheer joy in hard work to do it right, vs the lazy approach to just get it done no matter how it ends up.
Structure time not Content - if you study great men like Lincoln, Churchill, and others, you will see that they structured their time. They had a time to worship, to eat, care for the animals, work, and often they took time in the evening to learn, after all their work was done, they took some of their leisure time to study and learn. Home is not an artificial institution, and I do not feel it should be run as one. There are tasks of everyday living that are every bit as important for adult life as the academics are. There are areas of greater significance than the academics, as an example of bible study it is better to set an amount of time for study, than it would be to define the content, such as a chapter a day. You may study just one verse, or be led to follow a thread for a  time.
Simplicity not Complexity - When a curriculum is complex, the more reliant the student becomes on experts and likely to be caught up in the Requirement/Conformity trap. The more work we have to do to: prepare, or complete a task, the less likely it will get completed. Sometimes we add all kinds of busy work that is really not needed. Education means the ability to think, independently and creatively. Great teachers train great thinkers, and great leaders, by keeping it simple. Find a great thinker and leader in history, and you will find this method in their educational background.
You, not Them - If you think these principles are about improving your child’s education, you will never have the power to inspire them to do the hard work required for self-education. As the parent/mentors we must model the behavior. while the children continue where they are, learning in the mode they a accustomed to. You begin your education, set the tone, be the example, establish a house of Learning. You do not need to be an expert to inspire a great education (the classics provide a variety of expertise) but must be setting the example.
Saya suka dengan prinsip-prinsipnya, walaupun sebenarnya, prinsip-prinsip ini telah kami adopsi dalam home education kami. Tapi terus terang, prinsip yang pertama itu sangat sulit untuk kami adopsi. Mengapa? Karena anak kami tampak tidak begitu suka dengan buku cerita klasik. Buku cerita paling klasik yang suka dia baca adalah kisah-kisah Laura Ingalls Wilder, dan buku-buku Enyd Blyton.

Buat kami ini bukanlah suatu masalah besar. Suka membaca saja sudah cukup untuk modal anak menggapai passionnya. Buku-buku bagus, yang menginspirasi, yang bukan tergolong klasik pun sekarang sudah banyak.

Sebenarnya, buku yang bagus, adalah buku yang mampu menggerakkan seseorang ke arah mimpinya. Bagi saya pribadi, buku crafting pun adalah buku yang bagus, karena mampu menggerakkan saya untuk melakukan sesuatu, demi mencapai keinginan saya. Oleh karena itu, saya tak pernah memasang patokan bahwa anak harus menyelesaikan target suatu literatur klasik. Literatur apapun monggo, asal itu memiliki nilai-nilai yang positif dan mampu menggerakkan seseorang mencapai mimpinya.

Untuk prinsip-prinsip Thomas Jefferson yang lain, saya pikir sangat positif. Intinya adalah, kita, orang tua, pendamping belajar anak, menempatkan anak sebagai pribadi yang unik, bukan pribadi yang disamaratakan dalam kebutuhan akan belajar. Orang tua juga adalah sosok pendamping, bukan penyeret anak pada suatu sisi kehidupan yang tak diinginkannya. Kita boleh memperkenalkan suatu sisi kehidupan baru pada anak, tapi tak bisa memaksakan anak untuk menempuhnya. Itupun jika kita ingin anak memiliki mental pemimpin, bukan mental pegawai.
Sunday, January 27, 2013

Tarumanagara Sebagai Akar Budaya

Tarumanagara adalah sebuah kerajaan Hindu di barat pulau Jawa. Hari ini, sebagian dari sejarah kerajaan ini kami pelajari. Setelah dulu mempelajari Kutai Kartanegara, sekarang giliran Tarumanagara. Kami mengambil sumber dari Wikipedia. Tapi tunggu dulu, yang penting dari belajar sejarah pada third grade adalah kemenarikan cara penyampaiannya.

Bagaimana cara yang menarik? Tentu saja dengan konteks bercerita. Anak-anak, pasti suka didongengin. Isi dongeng terbukti sangat menancap dalam pikiran mereka, daripada jika disampaikan dalam bentuk pemaparan.

Bagi saya, mendongeng isi sejarah adalah sangat menarik dan menyenangkan. Bagaimana dengan anak? Sambil memeluk guling, berbaring di sebelah saya, melihat bacaan yang saya baca, dia sangat senang dan perhatian penuh. "Ternyata, dulu tanda tangan itu gak ada Mi! Yang ada itu tanda kaki!" Ya, tanda kaki di berbagai prasasti. Melalui prasasti-prasasti inilah sejarah manusia bisa diketahui.

Thinking Questions

Hari ini kami belajar math menggunakan kurikulum Singapore, dengan buku Math Guide Primary 3, yang ditulis oleh Samuel Wong, halaman 56 dan 71.

Materi kali ini sangat menantang logika matematika. Namun, dengan sedikit saja arahan anak saya berhasil mengerjakannya. Saya suka soal-soal matematika yang seperti ini, karena benar-benar mengasah kemampuan berpikir logika.


Seperti soal nomer 2 di gambar atas, untuk menghasilkan angka terbesar, maka faktor pengali harus angka yang paling besar. Begitu pula yang dikalikan adalah angka yang terbesar.

Pattern seperti di soal nomer 1 dan 3 juga sangat menantang. Anak harus mengetahui pola deretan angka untuk menjawab pertanyaannya.


Nah, untuk soal nomer 1 di halaman ini, sebetulnya anak saya belum diajarkan tentang bilangan kwadrat, namun karena di halaman ini ada soal yang harus diselesaikan dengan bilangan kwadrat, maka hari ini saya memperkenalnya pada anak. 

Friday, January 25, 2013

Animal Classification - Mamalia

Semakin siang, jadwal pun berubah, yaitu ke science. Sabtu ini kami belajar tentang klasifikasi hewan mamalia. Kami belajar menggunakan sumber dari workbox ini : Animal Classification - Mammals. Tinggal diprint lalu digunting oleh anak.

Dari materi belajar ini, anak belajar tentang berbagai jenis mamalia :
Montremes - mamalia bertelur
Marsupials - mamalia berkantong
Carnivores - mamalia pemakan daging
Pinnipeds - mamalia bersirip
Ungulates - mamalia berkuku
Primates - mamalia dengan mata yang menghadap depan, jempol yang bisa digerakkan, dan ukuran otak yang relatif besar
Cetaceans - mamalia air dengan lubang pernafasan
Sirenians - mamalia herbivora yang tinggal di air
Rodents - mamalia bergigi depan besar
Insectivores - mamalia pemakan serangga

Untuk materi ini, saya juga ikut belajar, karena saya juga baru tahu tentang hal ini :D

Greek Myth Sebagai Bagian Dari Sejarah

Kisah dewa-dewi Yunani dalam mitologi Yunani, adalah sebuah mitos, sebuah cerita yang belum terbukti kebenaran keberadaannya. Namun, kisah-kisah yang telah mendunia ini layak dipelajari sebagai bagian dari sejarah. Mengapa demikian? Kisahnya yang kompleks, mengandung banyak sekali sudut pandang kepribadian, strategi, dan berbagai kecerdasan, termasuk kebodohan yang manusiawi, bisa dipelajari sebagai suatu pengalaman hidup.

Telah banyak bidang study setingkat diploma atau bahkan kesarjanaan di kampus-kampus internasional yang mengadopsi mitologi Yunani ini dalam pembelajaran psikologi maupun sejarah. Nah, dalam belajar sejarah kali ini, kami juga ingin mempelajarinya, namun disesuaikan dengan tingkat pemahaman third grader kami. Oleh karena itu, kami memilih Greek Myth Plays.

Dalam Greek Myth Plays, tokoh-tokoh mitologi Yunani dipelajari melalui dialog drama. Hari ini kami mendramakan The Gods And Goddesses Bake-Off, yaang berkisah tentang Zeus yang ingin makan makanan dan minuman lain selain Ambrosia (makanan para dewa) dan Nectar (minuman para dewa).

Dialognya yang lucu, sangat sesuai dengan gaya dialog jaman sekarang, sangat menarik third grader kami untuk mengikutinya. Oiya, dialognya dalam bahasa Inggris, sehingga ini juga sekaligus sebagai sarana belajar reading bahasa Inggris.

Secara sekilas, kami telah belajar tentang siapa saja anak Zeus dan Hera, dan dewa-dewa yang terkenal serta posisinya dalam mitologi Yunani.