Copyright © The Root of Learning
Design by Dzignine

The Root of Learning

Adalah blog tentang semangat belajar seorang anak. Dalam blog ini kami dokumentasikan petualangan belajar, kurikulum, dan materi belajar yang kami gunakan. Belajar tak mengenal batasan.
Wednesday, December 4, 2013

Nilai Ulangan Atau Ujian Bukan Hanya Penghias Raport/Ijazah

Benar, ujian/ulangan adalah alat ukur, yaitu alat ukur bagi saya sebagai tutor bagi anak saya, tentang sejauh mana penyampaian materi oleh saya dipahami oleh anak, dan sejauh mana anak telah memahami materi tersebut. Dari hasil ujian, saya bisa mengetahui perlu atau tidaknya suatu materi dipelajari ulang, atau apakah bisa kami lanjut ke materi berikutnya.

Dengan prinsip yang seperti ini, Ada dua macam ujian yang bisa (bukan harus) kami tempuh, yaitu ujian per hari berupa soal untuk dikerjakan secara mandiri, dan ujian per subject, yaitu ketika anak menyelesaikan satu subject pelajaran. Ujian jenis pertama berguna untuk melihat pemahaman anak pada materi pelajaran yang diberikan saat itu, ujian jenis kedua berguna untuk melihat apakah pemahaman anak sudah masuk dalam long term memory-nya. Melalui ujian jenis pertama saya bisa mengevaluasi, apakah cara saya menyampaikan materi itu sudah benar atau belum, jika belum maka akan saya tindak lanjuti dengan pengulangan pemberian materi dengan cara yang berbeda yang lebih sesuai dengan anak. Sedangkan dari ujian jenis kedua kita bisa melihat kesiapan anak dalam mengintegrasikan seluruh pengetahuannya untuk memahami dan menyelesaikan permasalahan yang dia hadapi.

Dengan penerapan-penerapan ujian berbasis prinsip-prinsip tersebut, maka nilai yang didapat tidak hanya angka-angka penghias buku raport. Tapi mewakili seluruh evaluasi belajar. Selama ini yang saya rasakan, ketika menilai materi matematika, science, dan bahasa, penilaian mudah saja dilakukan, mengapa? Karena anak juga dengan mudah menunjukkan tingkat pemahaman untuk materi-materi ini. Sedangkan untuk beberapa materi seperti IPS, anak sulit memahaminya tanpa menghafal. Apa yang kami harap dalam proses home education itu bukanlah semata anak menghafal materi pelajaran tanpa memahaminya. Seperti misalnya pelajaran tentang nama-nama menteri, ini sering kami skip pemberian ujiannya.

Kesimpulannya, dalam memberikan ujian atau ulangan, saya tidak akan berpusat pada keberhasilan anak, tapi pada kebermanfaatan ujian/ulangan tersebut bagi proses belajar anak selanjutnya. Dengan begitu, ujian bukanlah menjadi sarana berbuat curang, bukan sarana untuk melakukan apapun demi nilai baik. Hasil ujian atau ulangan itu mengandung evaluasi bagi kedua pihak penyelenggara pendidikan : guru dan murid.
Wednesday, September 18, 2013

Belajar Tanpa Kurikulum? Bisa!

Skeleton... tulang... hmmm... saya sempat membaca materi anak kelas 4 SD dengan kurikulum nasional tentang IPA. Yang disajikan adalah tentang nama-nama tulang. Lalu, pertanyaan di soal-soalnya juga seputar nama tulang. Pada intinya, anak diminta untuk menyebutkan nama-nama tulang yang menyusun (misalnya) tulang tangan.... waduh maaaaak.... ini bukannya tugas mahasiswa kedokteran ya? Menurut saya, ini belum waktunya diberikan di tingkat SD.

Ya sudahlah.. biarlah kurikulum itu ya kurikulum itu... anak saya kan belajarnya tidak diarahkan kurikulum yang itu. Kami memutuskan untuk memberikan pengetahuan tentang tulang mulai dari awal, dari fungsi tulang itu sendiri. Lalu penyesuaian bentuk dan struktur tulang terhadap lingkungan hidup makhluk yang bersangkutan, misalnya ikan bentuk dan struktur tulangnya akan beda dengan burung karena cara hidup dan lingkungan hidupnya beda. Begitu juga beda antara hydrostatic skeleton dan cytoskeleton. Semua ini kami pelajari dari : http://en.wikipedia.org/wiki/Skeleton. Nanti baru akan berlanjut ke tahap yang lebih detail lagi tentang tulang.

Selain science, hari ini kami belajar geografi. Materi yang kami pilih adalah angin dan tekanan udara. Materi ringan namun dibutuhkan anak, asalnya untuk menjawab pertanyaan: kenapa telinga kita sakit kalau kita bepergian ke gunung? Nah inilah kurikulum kami sebetulnya, yaitu kurikulum yang diarahkan pada pertanyaan anak. Kami ambil materi dari link ini : http://www.kidsgeo.com/geography-for-kids/0081-atmospheric-pressure.php

Lalu dilanjutkan dengan matematika, tetap setia dengan CIMT. Ada satu soal menarik, yaitu : anak diberikan angka ratusan, angka ini adalah selisih dari angka-angka lain yang diletakkan dalam posisi bertebaran, dan angka-angka lain itu harus dicari pasangannya yang jika dikurangi hasilnya adalah angka yang diberikan di awal tadi. Ribet? Nggak juga siy... hehehe :D

Keep on learning! ^_^
Thursday, July 18, 2013

Belajar Geografi Dan Science Sekaligus Dalam Satu Topik



Hari ini kami belajar geografi, science, dan math. Dalam daftar ujian paket, sebetulnya geografi belum ada, tapi karena kami tidak mengacu di kurikulum nasional saja, maka kami memasukkan geografi dalam pembelajaran anak di tingkat SD ini.

Geografi kali ini kami ambil dari National Geographic Education dari website ini kami belajar tentang map, peta interaktif untuk berbagai kategori. Peta kependudukan, sumber daya alam, iklim, juga pencemaran. Dari pembelajaran ini kami jadi paham tentang posisi Indonesia ditinjau dari aspek-aspek di atas, terhadap negara-negara lain di dunia. Dan kami memahaminya melalui image, grafik! Disinilah keuntungannya belajar melalui image, lebih mudah bagi anak kami untuk mengingat dan memahami daripada jika melalui tulisan, karena anak kami termasuk pembelajar visual.

Untuk science, kami belajar dari Planet Pals tetap pada tema green environment, bagaimana me-recycle, melestarikan bumi. Anak kami belajar tentang precycle, yaitu merecycle sebelum menggunakan, artinya : mengurangi penggunaan barang yang bahannya berbahaya untuk alam.

Kedua pelajaran ini, antara geografi dan science, ada saling keterpautan tema. Anak kami merasa sedang belajar satu mata pelajaran saja, padahal sudah dua mata pelajaran dia pelajari. Setelah itu kami belajar math, masih tetap dengan topik estimation dan soal cerita yang terkait dalam topik ini. Ketiga pelajaran ini ditempuh anak hanya dalam waktu 1 jam dengan efektif. Jadi masih banyak waktu untuk main games dan berkreasi ^_^
Wednesday, July 17, 2013

Tahun Ajaran Baru

Saat ini kami sedang menyambut tahun ajaran baru. Tanpa MOS, tanpa membeli buku baru, tanpa membuat seragam baru, tanpa mempersiapkan ruang kelas baru. Walau demikian, sebenarnya saya ingin menyambut tahun ajaran baru dengan printer baru. Karena printer kami yang lama sudah agak rewel.

Saat ini anak kami sudah setara dengan kelas 4 SD. Seharusnya dua tahun lagi dia mendapatkan ujian kenaikan tingkat dari SD ke SMP. Tapi karena peraturan diknas yang baru, yang mewajibkan anak usia 13 tahun menjalani ujian paket, maka anak saya baru 4 tahun lagi mendapatkan kenaikan tingkatnya. But that's okay, saya tidak mementingkan ijazah. Kalau bisa didapat ok kami akan mendapatkannya, tapi jika tidak maka kami juga tidak akan bersusah payah dalam mendapatkannya. Karena bagi kami proses belajar itu yang terpenting.

Oiya, peraturan di atas itu berlaku jika kami ingin ijazah nasional, disamping itu sebetulnya yang utama bagi kami adalah mengikuti kurikulum CIE, dan mengikuti ujian dari CIE.

Singkat kata, tahun ajaran baru ini membawa kami pada perubahan besar dalam hal pencatatan portofolio home education kami. Kami harus lebih terorganisir, lebih tertib mencatat, dan lebih tertib administratif. Wew... ini sebuah PR yang berat! Hahaha... apa boleh buat, kami harus menjalaninya jika ingin anak siap dalam menempuh ujian nantinya.
Friday, May 31, 2013

Melangkahkan Kaki Menuju Tahapan Home Education Selanjutnya

Sungguh suatu kebahagiaan, ketika home education kami sudah memasuki tahap demi tahap, hingga sudah waktunya anak kami mempersiapkan diri untuk ujian persamaan. Setiap langkah ini kami lakukan dengan mandiri, tanpa dukungan lembaga homeschool mana pun. Malahan, dalam setiap langkah kami selalu terbuka untuk membantu keluarga home education yang membutuhkan sharing dari kami. Sungguh perjalanan yang luar biasa!

Kali ini, untuk ujian persamaan anak, saya membutuhkan bantuan dari lembaga pendidikan yang bernama PKBM. Oiya, ini untuk ujian persamaan di tingkat nasional, sedangkan untuk tingkat internasional akan dijalani nanti jika sudah siap, bersama lembaga yang menyediakan ujian CIE.

Kemarin saya telah mengunjungi PKBM di Surabaya, dan telah mendapat penjelasan tentang prosedurnya. Dari obrolan ini, saya pikir, PKBM ini bersih, tidak sekedar jualan ijazah, atau sekedar pasang tarif yang "aduhai". Tarifnya masih masuk di akal, prosedurnya juga tidak main-main. Saya pikir, saya telah datang ke tempat yang tepat.

OK, kami siap menjalani hari-hari selanjutnya dengan penuh perencanaan dan sistem yang lebih terstruktur. Home education kami telah memasuki masa dimana kami tak lagi sekedar memikirkan tentang field trip, sosialisasi, isu-isu ketidakmampuan mendidik, isu-isu kebimbangan tentang prosedur ujian persamaan, dan isu-isu lain yang dihadapi keluarga home education dengan anak yang masih kecil.

Kami lebih siap, lebih serius, dan lebih memikirkan masa depan. Hal-hal yang tidak kami perlukan akan kami eliminasi. Jika bukan kami sendiri yang bertindak, maka siapa lagi yang akan bertindak untuk kami? Hanya Tuhan saja!


Thursday, May 23, 2013

Empat Langkah Maju Untuk Masa Paperless


YAY! Ini lo yang kami cita-citakan dari dulu, yaitu sebuah perangkat komputer yang bisa membuat kami paperless. Kami menggunakan Ultra Mobile PC, dengan OS Windows, dan menggunakan Adobe Reader XI. Dengan software ini anak kami bisa menulis jawaban di touch screen-nya menggunakan pen-nya lalu menge-save hasil corat-coretnya itu di harddisk, sehingga tidak hilang.

Lega rasanya bisa menemukan software dan hardware yang seperti ini. Dengan begini, kami jadi punya banyak keuntungan, yaitu :

  • Menghemat pemakaian kertas, yang artinya kami mengurangi penebangan pohon.
  • Mengurangi penumpukan kertas di rumah, yang artinya kami bisa memiliki space yang lebih di rumah kami yang mungil.
Mau mengikuti jejak kami?
Monday, April 29, 2013

Jadi, Ada Berapa Macamkah Bentuk-bentuk di Permukaan Bumi?

Geografi kali ini sangat menarik. Kami belajar berbagai bentuk permukaan bumi. Yang kami pelajari kali ini ada 24 jenis. Entah apakah masih ada lagi jenisnya? Tapi 24 jenis ini sudah membuat kami amazed. Ada banyak istilah baru yang kami dapat : peninsula, gulf vs bay, mesa, strait, dan isthmus.

Seperti tampak pada gambar di bawah ini, beginilah cara belajarnya : kartu bergambar dan berdefinisi dipasangkan pada kartu namanya. Materi ini kami dapat dari Great Map Games yang dipublikasikan oleh Scholastic Teacher Express.


Selain Geografi, kami juga belajar Math. Math kali ini dari 50 Fill-in Math Word Problems seri Algebra Readiness yang juga diterbitkan oleh Scholastic Teacher Express. Sebetulnya seperti soal cerita biasa, namun soal ceritanya harus dilengkapi sendiri oleh anak. Selain mengurai persoalan matematika, worksheet ini juga mengajak anak berimajinasi dalam membuat isiannya, sekaligus juga mengajak anak belajar bahasa Inggris tentang adjective, noun, plural noun, dsb.


Kedua worksheet ini sangat bagus menurut saya, dan sesuai untuk panduan belajar anak saya. Keduanya sangat interaktif, memadukan banyak aspek belajar.

Selain kedua subject tersebut, kami juga belajar Science, tentang Habitat. Diambil dari Nonfiction Read & Write Booklets Science yang juga diterbitkan oleh Scholastic Teacher Express. Walaupun anak saya sudah banyak belajar tentang habitat, but it's ok untuk me-refresh dan mempertajam ingatannya kembali tentang habitat.

Wednesday, March 6, 2013

Huruf Besar - Huruf Kecil

Anak memang cenderung meniru orang tuanya dalam banyak hal.

Termasuk dalam membuat tulisan. Saya punya kecenderungan menulis dengan huruf besar semua. Karena, kalau saya menulis, itu artinya saya harus menulis di form resmi, yang aturannya adalah harus huruf kapital semua, atau di kertas kecil untuk daftar belanjaan yang sama sekali tidak resmi, boleh di tulis dengan cara suka-suka. Untuk tulisan yang menuntut kesesuaian dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), saya selalu menggunakan keyboard, diketik. Nah, jadi saya memang terbiasa menulis dengan huruf kapital semua.

Celakanya, kebiasaan "buruk" ini ditiru anak. Dia sulit menulis dengan huruf besar-kecil sesuai aturan EYD. Tulisannya cenderung huruf kapital semua seperti saya. Suatu hari, saya mendapati dia menempuh ujian Englishnya dengan menulis menggunakan huruf kapital semua. Waduh! Saya kena tampar niy! Ini gak boleh dibiarkan berlanjut hingga jadi kebiasaan yang sulit diubah.

Akhirnya, tiap kali dia mau belajar di kursus Englishnya, saya selalu mengingatkan untuk menulis dengan huruf besar-kecil sesuai aturan EYD. Namun, saya hanya mengingatkan dia tentang hal ini sekitar 2-3 kali pertemuan kursus, selanjutnya tidak lagi. Dan hari ini, ketika hari bahasa, saya mendapati dia membuat karya tulis (tangan) dengan huruf besar-kecil. Ternyata, tidak perlu kebanyakan mengingatkan, anak sudah bisa membentuk kebiasaan baiknya, asalkan cara mengingatkannya pun mengena. Bukan dengan marah-marah, tapi dengan menunjukkan konsekuensinya jika kebiasaan buruk itu terus dilakukan.

Anak memang memiliki banyak sekali kebaikan, jika kita pun penuh kebaikan padanya.
Sunday, February 24, 2013

Ketika Kekaguman Itu Didepan Mata

"Oma, cucunya sudah bisa cuci piring makannya sendiri loh!"
"Oiya? Wah hebaaaat....!"
"Jangan gitu.... Aku tidak mau dikagumkan!"

Itu adalah dialog tadi pagi, ketika anak saya sedang cuci piring makannya dan omanya baru mengetahui bahwa dia sudah bisa cuci piring sendiri. Reaksi anak kami ini ternyata mengundang tawa tersembunyi dari sang oma, karena kami sebetulnya sudah sadar bahwa anak kami ini bukan type anak yang suka dibangga-banggakan, dipamerkan, atau diberi reaksi kekaguman. Tapi walaupun sudah tahu, kami masih sering lupa tentang hal ini. Bukan dengan sengaja kami lupa. Tapi sebetulnya dibalik itu semua kami ingin mengapresiasi prestasi barunya.

Tiap anak memang beda. Ada anak yang membutuhkan apreasiasi dari orang lain, suatu bentuk penghargaan yang membuatnya merasa berhasil. Tapi ada juga anak yang tidak ingin demikian, mereka hanya ingin bisa melakukan sesuatu tanpa harus dipamerkan atau diapresiasi secara berlebih, seperti anak saya.

Tampaknya, jika saya amati dari perilaku teman sebayanya, ini berkaitan erat dengan apresiasi yang didapat anak sejak anak baru dilahirkan. Ada kecenderungan haus akan apresiasi kebanggaan pada anak-anak yang merasa "kurang apresiasi" sejak dia masih bayi. Kurang merasakan kebanggaan orang tua ketika dia mencapai suatu prestasi sejak bayi.

Terus terang anak saya sejak bayi sudah banyak mendapatkan perhatian dan apresiasi, hingga sekarang yang terjadi adalah dia suka memberi perhatian pada orang lain dalam bentuk berusaha memenuhi kebutuhan orang lain. Seperti ketika saya butuh bantuan dia dalam mengurangi beban cuci piring saya, dia dengan senang hati belajar mencuci piring makannya. Bukan dengan maksud supaya dia mendapat ekspresi kagum, tapi supaya dia bisa memenuhi kebutuhan saya.

Nah, inilah yang akan orang tua rasakan sebagai efek positif dari pemberian kasih sayang kita pada anak sejak dia dikandung. Anak tidak butuh pemenuhan materi secara berlebihan. Anak juga tidak butuh ungkapan kasih sayang yang berlebihan. Anak hanya butuh keterlibatan kita ketika dia membutuhkan kita. Dan perasaan "membutuhkan" ini seringkali tak bisa dia ucapkan langsung, dibutuhkan kepandaian kita mengenali tiap ekspresi anak. Dan kepandaian ini hanya bisa kita dapat ketika kita benar-benar in-touch dengan kehidupannya, tidak menyingkirkan anak demi gadget maupun demi pekerjaan.

Siapkah kita belajar menyingkirkan ego demi anak? Hanya anda yang bisa menjawab. Saya harap secara tulus dan komitmen orang tua bisa melakukannya. Karena sebelumnya anak telah dititipkan Tuhan pada kita, dan kedepannya mereka adalah pengusaha bumi ini, serta bakal pengasuh kita ketika kita telah uzur. Pasti kita nanti ingin diasuh dengan tulus dan baik kan?
Tuesday, February 5, 2013

Map-ography dan Makanan Sehat

Kemarin saya terlalu sibuk, sehingga setelah belajar, tidak bisa langsung blogging hasil belajar kemarin, pagi ini baru bisa blogging. Kemarin kami belajar geografi dan science (kami memutuskan tidak menggunakan istilah "sains", adalah lebih pas jika menggunakan istilah "ilmu pengetahuan alam" jika memang harus memakai bahasa Indonesia).

Untuk geografi, kami belajar dari Fun To Solve Map Mysteries. Ebook ini mengajak anak belajar tentang peta melalui misteri-misteri yang harus dipecahkan. Menarik, anak pun suka. Tema kali ini, adalah tentang seorang surfer yang kehilangan surfboard-nya. Anak diminta memecahkan misteri ini melalui lambang-lambang yang ada di peta.



Dari aktivitas ini, anak belajar tentang simbol-simbol yang ada di peta. Belajar dengan konsep seperti ini sangat menarik bagi anak saya, karena melibatkan aktivitas seperti detektif. Oiya, karena sudah beberapa kali mendapat pelajaran geografi dengan metode ini, anak saya pun jadi suka main detektif, dia catat segala hal yang dia anggap misteri, lalu dia catat juga fakta-fakta tentangnya. Sungguh mengasyikkan!

Tidak jauh berbeda dengan geografi, science kemarin materinya kami ambil juga dari Scholastic Teacher Express, yaitu The Body Book. Kali ini adalah tentang panca indera, fungsi dan pemeliharaannya.


Melalui menggunting dan menempel anak belajar tentang berbagai panca indera, bagaimana fungsi dan kerjanya secara umum. Saya secara khusus juga menambahkan cara pemeliharaan panca indera tersebut, yaitu melalui makanan sehat, dan apa saja yang harus dihindari untuk memelihara kesehatannya.

Ebook-ebook ini sangat menarik, karena tidak hanya memberikan materi pembelajaran, tapi juga memberi petunjuk tentang pengembangan pembahasannya. Hari belajar formal kemarin, kami lalui selama kurang lebih setengah jam, dengan pembahasan yang sangat efektif, dan keterlibatan anak yang sangat aktif.
Wednesday, January 30, 2013

Hari Bahasa

Hari Kamis adalah hari bahasa. Bahasa Jepang, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris jadi pusat pembelajaran di hari ini.

Bahasa Jepang kami belajar huruf Hiragana, untuk kya, kyu, kyo, sha, shu, sho, cha, chu, cho, hya, hyu, hyo, dan pya, pyu, pyo. Seperti biasa, anak menuliskan huruf-huruf hiragana tersebut hingga dia tak perlu melihat contoh lagi dalam menuliskannya. Itu tanda bahwa dia mulai ingat tentang huruf yang sedang dia pelajari.

Untuk bahasa Inggris, hari ini kami mempelajari grammar dari textbook Scott Foresman, grade 2 halaman 24-25. Mengapa kami "baru" menapaki grade 2 untuk Scott Foresman English? Sebab pertama adalah karena kami memakai banyak resource untuk english, sehingga semuanya mendapat porsi yang seimbang. Selain itu, karena tingkat kesulitan Scott Foresman grade 2 sesuai untuk third grade kami saat ini.

Inilah enaknya homeschool, kita tak perlu ngoyoh harus menyesuaikan anak terhadap buku, tapi sebaliknya, bukulah yang harus menyesuaikan diri terhadap anak. Jika diterapkan hal ini dengan baik, maka hasilnya adalah proses belajar yang menyenangkan. Walau begitu, kami kadang juga mengijinkan loncat ke materi yang lebih jauh. Luwes, itulah intinya.

Nah, untuk bahasa Indonesia, hari ini anak kami mengurutkan abjad dengan menghafalnya melalui lagu. Menarik ya, umur 8 tahun baru belajar urutan abjad! Padahal anak lain mempelajarinya di usia TK. So what? Bukan hal yang aneh untuk keluarga home education, karena memang tak ada keharusan mengikuti patokan-patokan kurikulum.

Bagi kami, belajar seharusnya menyenangkan. Dulu, anak kami belum siap belajar urutan abjad. Dia belum melihat pada perlunya menghafal urutan abjad. Saat ini dia sudah mempelajari sortir berdasarkan abjad, baik itu ascending maupun descending. Dari sini dia mulai paham pentingnya menghafal abjad. Ketika seorang anak tahu pentingnya atau perlunya mempelajari sesuatu, saat itulah belajar menjadi suatu proses yang menyenangkan, penuh hasrat, dan efektif.
Monday, January 28, 2013

Prinsip Thomas Jefferson Dalam Edukasi Kepemimpinan

Hari ini saya tidak enak badan, itu artinya, saya dan anak belajar sendiri-sendiri. Anak saya memilih belajar dengan membaca buku-buku science dan buku cerita dari We Give Books. Saya sendiri memilih untuk mempelajari tentang prinsip edukasi Thomas Jefferson.

Mengapa memilih topik Thomas Jefferson? Kemarin saya membaca review, tulisan seorang ibu home education yang menerapkan prinsip pendidikan ala Thomas Jefferson pada ketiga anaknya, dan merasa senang dengan keberhasilannya. Seperti biasa, saya kepincut, jadi ingin tahu tentangnya. Lalu saya browsing-browsing. Saya ketemu official linknya, link bukunya di toko amazon.com, juga link yang kontra dengan ajarannya.

Sekilas saya baca reviewnya, tidak beda dengan prinsip pendidikan Charlotte Mason. Hanya saja, Thomas Jefferson lebih menekankan terbentuknya jiwa kepemimpinan pada anak melalui proses edukasi formal yang ditempuhnya. Dalam metode pendidikannya, Thomas Jefferson menggunakan 7 prinsip (saya sengaja tidak menerjemahkannya) :
Classics not Textbooks - in other words, living books, and original sources. These will give a better education than a textbook where others have decided for you, what they want you to know. I think that textbook learning is why so many disconnect learning, they are only getting part of the picture. 
Mentors not professors or experts - or experts...lets face it the expert and the professor know what they know because they paid the price. That knowledge does not automatically transfer to the student. Mentors, on the other hand, can guide and encourage students to become their own expert.
Inspire not Require - Requiring a child before he is developmentally ready can lead to hate of learning and resistance. Development is not determined by age or intellect. Parents need to be the examples.... Children need that parental example. They need the core phase. If you feel your core phase was inadequate, get one!..Quality not Conformity – when the learner is inspired, they will strive for excellence, be willing to do it again until it is perfect. When he’s required, he conforms to another’s agenda or purpose, not their own. Its part of the sheer joy in hard work to do it right, vs the lazy approach to just get it done no matter how it ends up.
Structure time not Content - if you study great men like Lincoln, Churchill, and others, you will see that they structured their time. They had a time to worship, to eat, care for the animals, work, and often they took time in the evening to learn, after all their work was done, they took some of their leisure time to study and learn. Home is not an artificial institution, and I do not feel it should be run as one. There are tasks of everyday living that are every bit as important for adult life as the academics are. There are areas of greater significance than the academics, as an example of bible study it is better to set an amount of time for study, than it would be to define the content, such as a chapter a day. You may study just one verse, or be led to follow a thread for a  time.
Simplicity not Complexity - When a curriculum is complex, the more reliant the student becomes on experts and likely to be caught up in the Requirement/Conformity trap. The more work we have to do to: prepare, or complete a task, the less likely it will get completed. Sometimes we add all kinds of busy work that is really not needed. Education means the ability to think, independently and creatively. Great teachers train great thinkers, and great leaders, by keeping it simple. Find a great thinker and leader in history, and you will find this method in their educational background.
You, not Them - If you think these principles are about improving your child’s education, you will never have the power to inspire them to do the hard work required for self-education. As the parent/mentors we must model the behavior. while the children continue where they are, learning in the mode they a accustomed to. You begin your education, set the tone, be the example, establish a house of Learning. You do not need to be an expert to inspire a great education (the classics provide a variety of expertise) but must be setting the example.
Saya suka dengan prinsip-prinsipnya, walaupun sebenarnya, prinsip-prinsip ini telah kami adopsi dalam home education kami. Tapi terus terang, prinsip yang pertama itu sangat sulit untuk kami adopsi. Mengapa? Karena anak kami tampak tidak begitu suka dengan buku cerita klasik. Buku cerita paling klasik yang suka dia baca adalah kisah-kisah Laura Ingalls Wilder, dan buku-buku Enyd Blyton.

Buat kami ini bukanlah suatu masalah besar. Suka membaca saja sudah cukup untuk modal anak menggapai passionnya. Buku-buku bagus, yang menginspirasi, yang bukan tergolong klasik pun sekarang sudah banyak.

Sebenarnya, buku yang bagus, adalah buku yang mampu menggerakkan seseorang ke arah mimpinya. Bagi saya pribadi, buku crafting pun adalah buku yang bagus, karena mampu menggerakkan saya untuk melakukan sesuatu, demi mencapai keinginan saya. Oleh karena itu, saya tak pernah memasang patokan bahwa anak harus menyelesaikan target suatu literatur klasik. Literatur apapun monggo, asal itu memiliki nilai-nilai yang positif dan mampu menggerakkan seseorang mencapai mimpinya.

Untuk prinsip-prinsip Thomas Jefferson yang lain, saya pikir sangat positif. Intinya adalah, kita, orang tua, pendamping belajar anak, menempatkan anak sebagai pribadi yang unik, bukan pribadi yang disamaratakan dalam kebutuhan akan belajar. Orang tua juga adalah sosok pendamping, bukan penyeret anak pada suatu sisi kehidupan yang tak diinginkannya. Kita boleh memperkenalkan suatu sisi kehidupan baru pada anak, tapi tak bisa memaksakan anak untuk menempuhnya. Itupun jika kita ingin anak memiliki mental pemimpin, bukan mental pegawai.
Sunday, January 27, 2013

Tarumanagara Sebagai Akar Budaya

Tarumanagara adalah sebuah kerajaan Hindu di barat pulau Jawa. Hari ini, sebagian dari sejarah kerajaan ini kami pelajari. Setelah dulu mempelajari Kutai Kartanegara, sekarang giliran Tarumanagara. Kami mengambil sumber dari Wikipedia. Tapi tunggu dulu, yang penting dari belajar sejarah pada third grade adalah kemenarikan cara penyampaiannya.

Bagaimana cara yang menarik? Tentu saja dengan konteks bercerita. Anak-anak, pasti suka didongengin. Isi dongeng terbukti sangat menancap dalam pikiran mereka, daripada jika disampaikan dalam bentuk pemaparan.

Bagi saya, mendongeng isi sejarah adalah sangat menarik dan menyenangkan. Bagaimana dengan anak? Sambil memeluk guling, berbaring di sebelah saya, melihat bacaan yang saya baca, dia sangat senang dan perhatian penuh. "Ternyata, dulu tanda tangan itu gak ada Mi! Yang ada itu tanda kaki!" Ya, tanda kaki di berbagai prasasti. Melalui prasasti-prasasti inilah sejarah manusia bisa diketahui.

Thinking Questions

Hari ini kami belajar math menggunakan kurikulum Singapore, dengan buku Math Guide Primary 3, yang ditulis oleh Samuel Wong, halaman 56 dan 71.

Materi kali ini sangat menantang logika matematika. Namun, dengan sedikit saja arahan anak saya berhasil mengerjakannya. Saya suka soal-soal matematika yang seperti ini, karena benar-benar mengasah kemampuan berpikir logika.


Seperti soal nomer 2 di gambar atas, untuk menghasilkan angka terbesar, maka faktor pengali harus angka yang paling besar. Begitu pula yang dikalikan adalah angka yang terbesar.

Pattern seperti di soal nomer 1 dan 3 juga sangat menantang. Anak harus mengetahui pola deretan angka untuk menjawab pertanyaannya.


Nah, untuk soal nomer 1 di halaman ini, sebetulnya anak saya belum diajarkan tentang bilangan kwadrat, namun karena di halaman ini ada soal yang harus diselesaikan dengan bilangan kwadrat, maka hari ini saya memperkenalnya pada anak. 

Friday, January 25, 2013

Animal Classification - Mamalia

Semakin siang, jadwal pun berubah, yaitu ke science. Sabtu ini kami belajar tentang klasifikasi hewan mamalia. Kami belajar menggunakan sumber dari workbox ini : Animal Classification - Mammals. Tinggal diprint lalu digunting oleh anak.

Dari materi belajar ini, anak belajar tentang berbagai jenis mamalia :
Montremes - mamalia bertelur
Marsupials - mamalia berkantong
Carnivores - mamalia pemakan daging
Pinnipeds - mamalia bersirip
Ungulates - mamalia berkuku
Primates - mamalia dengan mata yang menghadap depan, jempol yang bisa digerakkan, dan ukuran otak yang relatif besar
Cetaceans - mamalia air dengan lubang pernafasan
Sirenians - mamalia herbivora yang tinggal di air
Rodents - mamalia bergigi depan besar
Insectivores - mamalia pemakan serangga

Untuk materi ini, saya juga ikut belajar, karena saya juga baru tahu tentang hal ini :D

Greek Myth Sebagai Bagian Dari Sejarah

Kisah dewa-dewi Yunani dalam mitologi Yunani, adalah sebuah mitos, sebuah cerita yang belum terbukti kebenaran keberadaannya. Namun, kisah-kisah yang telah mendunia ini layak dipelajari sebagai bagian dari sejarah. Mengapa demikian? Kisahnya yang kompleks, mengandung banyak sekali sudut pandang kepribadian, strategi, dan berbagai kecerdasan, termasuk kebodohan yang manusiawi, bisa dipelajari sebagai suatu pengalaman hidup.

Telah banyak bidang study setingkat diploma atau bahkan kesarjanaan di kampus-kampus internasional yang mengadopsi mitologi Yunani ini dalam pembelajaran psikologi maupun sejarah. Nah, dalam belajar sejarah kali ini, kami juga ingin mempelajarinya, namun disesuaikan dengan tingkat pemahaman third grader kami. Oleh karena itu, kami memilih Greek Myth Plays.

Dalam Greek Myth Plays, tokoh-tokoh mitologi Yunani dipelajari melalui dialog drama. Hari ini kami mendramakan The Gods And Goddesses Bake-Off, yaang berkisah tentang Zeus yang ingin makan makanan dan minuman lain selain Ambrosia (makanan para dewa) dan Nectar (minuman para dewa).

Dialognya yang lucu, sangat sesuai dengan gaya dialog jaman sekarang, sangat menarik third grader kami untuk mengikutinya. Oiya, dialognya dalam bahasa Inggris, sehingga ini juga sekaligus sebagai sarana belajar reading bahasa Inggris.

Secara sekilas, kami telah belajar tentang siapa saja anak Zeus dan Hera, dan dewa-dewa yang terkenal serta posisinya dalam mitologi Yunani.